POSTNTT.COM | RUTENG - Klarifikasi Ketua KPU Provinsi NTT, Thomas Dohu terkait polemik larangan liputan terhadap jurnalis dibantah oleh Forum Jurnalis Manggarai (FJM).
Seperti yang dilansir dari media VoxNtt.com, Thomas Dohu menjelaskan bahwa media (jurnalis, red) mendesak KPU supaya bisa masuk ke dalam ruangan tempat debat.
“Saya ada di lokasi kejadian. Pada awalnya media itu dilarang untuk masuk sebagaimana pendasarannya tadi. Tapi karena medianya mendesak pada akhirnya media meliput dari awal sampai akhir debat. Itu fakta yang terjadi pada saat debat itu berlangsung,” kata Thomas.
Menanggapi pernyataan Thomas Dohu, ketua FJM Adriamus Pantur mengatakan, argumentasi Ketua KPU Provinsi NTT itu menunjukkan yang bersangkutan telah melakukan pembohongan publik. Yang bersangkutan, telah gagal paham tentang PKPU yang menjadi landasan dasar.
FJM menilai, apa yang diuraikan Thomas Dohu, semata-mata dimaksudkan untuk menutupi kekurangan dan kegagalpahamannya dalam menerjemahkan PKPU sebagai landasan kerja KPU. Selain itu, penjelasan Dohu bisa dipahami sebagai taktik dan trik mengelabui publik dengan berselimut pada PKPU Nomor 6 Tahun 2020 sebagai perubahan PKPU Nomor 13 Tahun 2020.
"Sebagai pekerja profesional, yang bekerja memberi informasi kepada publik dengan berlandaskan pada UU Pers serta kode etik jurnalistik, yang salah satunya berimbang, FJM mencoba memahami dasar pernyataan Thomas Dohu," ungkap Pantur.
“Thomas Dohu dengan tegas mengatakan KPU Manggarai sudah menjalankan PKPU dalam konteks debat kandidat Bupati dan Wakil Bupati, pada 14 November lalu. Jika benar KPU Manggarai telah menjalankan PKPU dalam konteks pelaksanaan debat kandidat, lantas adakah dalam pengamatan Thomas Dohu, bahwa PKPU sebagai dasar argumentasinya, sungguh-sungguh sudah diterapkan oleh koleganya (KPU Manggarai, red), tatkala debat kandidat di Manggarai Convention Center (MCC) Ruteng, 14 November lalu?,” tambhnya.
Lebih jauh, Adrinus mempertanyakan para Komisioner KPU yang malah bersalaman dengan para kandidat pasca debat.
"Ataukah ketua KPU NTT, lupa dan/atau pura-pura lupa, jika para Komisioner KPU dan para kandidat Bupati dan Wakil Bupati, bersalaman sesaat setelah pergelaran debat? Lantas, apakah dalam hemat Thomas Dohu, bersalaman usai debat kandidat dimasa Covid-19 dibenarkan oleh PKPU seperti yang diargumentasikan,” tutur Wartawan SCTV itu.
Hemat FJM, jangankan bersalaman, duduk atau berdiri berdekatan saja, sama sekali tidak dibenarkan oleh PKPU dalam kaitannya dengan pelaksanaan tahapan pemilihan umum dimasa pandemi Covid-19.
Senada dengan Adrian, Sekretaris FJM, Ronald Tarsan kepada media (19/11) menegaskan, pernyataan bernada pembelaan dari Thomas Dohu dibalik polemik jurnalis dan KPU Manggarai cenderung mengada-ada.
Misalnya, Thomas Dohu menyebutkan, wartawan mendesak KPU Manggarai agar bisa meliput debat peserta Pilkada. Padahal faktanya, KPU Manggarai gagal menjelaskan alasan melarang wartawan untuk meliput debat dan membiarkan tim sukses Paslon masuk ruangan debat meskipun melebihi ketentuan.
“Gagal menjelaskan itu, komisioner KPU malah meminta maaf dan mengizinkan wartawan masuk ruangan debat kandidat,” ujar Ronald.
Forum Jurnalis Manggarai meminta Ketua KPU NTT tidak melakukan tuduhan liar dan segera mencabut pernyataannya itu. Di mana, dia telah menuduh media (jurnalis, red) mendesak KPU supaya bisa masuk dalam ruangan debat. Faktanya, wartawan tidak pernah mendesak agar bisa meliput kegiatan tersebut. Faktanya, wartawan hanya meminta penjelasan KPU terkait larangan meliput.
“Tidak menjawab pertanyaan wartawan, KPU malah minta maaf dan mempersilahkan wartawan untuk masuk tanpa menerapkan protokol kesehatan,” ujar Ronald.
Jurnalis AFB TV Kupang itu mengaku, saat melarang jurnalis untuk masuk, KPU malah membiarkan pendukung Paslon untuk masuk, meskipun melebihi ketentuan PKPU tersebut.
Kemudian, saat mengizinkan wartawan masuk untuk liputan, KPU tidak melakukan pengukuran suhu tubuh dan tidak menyiapkan pembersih tangan.
“Mungkin penyelenggara kegiatan menyiapkan hand sanitizer disetiap meja yang ditempati oleh Paslon dan timnya, tetapi tim Paslon yang berdiri, jurnalis, dan petugas keamanan tidak disediakan hand sanitizer oleh penyelenggara kegiatan,” tegas Ronald.
Selanjutnya, dalam ruangan debat itu, hanya Paslon yang duduknya berjarak. Sedangkan yang lain, termasuk KPU sendiri, duduknya berdekatan.
Bahkan usai debat, lanjut dia, Ketua KPU NTT, Ketua KPU Manggarai, dan Ketua Bawaslu Manggarai menyalami Paslon dengan cara berpegangan tangan.
“Lantas, di manakah penerapan protokol kesehatan yang disebut-sebut KPU sebagai alasan untuk melarang wartawan masuk?” tanya Ronald.
Ronald pun mencurigai larangan terhadap wartawan oleh KPU Manggarai saat ini, bertujuan untuk menyembunyikan sesuatu. Misalnya, terkait dugaan pelanggaran PKPU seputar protokol kesehatan yang mereka lakukan.
Ia menegaskan, KPU Manggarai juga harus paham mengenai hierarki Undang-Undang, karena pada prinsipnya Undang-Undang Pers lebih tinggi posisinya dari PKPU. Maka, tidak ada alasan apapun untuk membenarkan penghalangan tugas-tugas jurnalistik.
“Alasan KPU Manggarai yang berlindung dibalik PKPU itu, sangat bertentangan dengan prinsip negara demokrasi,” pungkasnya.
Di sisi lain, kata dia, KPU Manggarai ingin menerapkan prokes, tetapi pada saat bersamaan pihak KPU Manggarai malah tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak menyediakan sarana thermo gun, tempat cuci tangan bahkan para Komisioner saling bersalaman dengan para Paslon.
“Ini kan sangat memalukan,” tutup Ronald.
Karenanya, FJM mendesak Kapolres Manggarai dan jajarannya, untuk segera bertindak tegas dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pengaduan Forum Jurnalis Manggarai (FJM) tertanggal 18 November 2020.
Penyelidikan dan penyidikan, menjadi penting, untuk segera dilakukan pihak kepolisian, guna mengungkap fakta dibalik persoalan yang sedang terjadi. Proses hukum yang profesional tanpa memandang bulu, juga memberi edukasi bagi semua pihak akan pentingnya taat hukum dan etika. (Iren Leleng)